Skip to content

Diskusi Publik: Perkuat Integrasi Transfer Fiskal Berbasis Ekologi dalam RPJMD 2025–2029

Jakarta–Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Memperkuat Integrasi Kebijakan Transfer Fiskal Berbasis Ekologi di Daerah dalam RPJMD Tahun 2025–2029” (17/04). Acara yang berlangsung secara hybrid ini menghadirkan berbagai narasumber dari kementerian, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil untuk mendorong pelembagaan Ecological Fiscal Transfer (EFT) ke dalam dokumen perencanaan daerah.

Diskusi dibuka oleh Ramlan Nugraha, selaku Program Manager PATTIRO, yang menekankan bahwa EFT adalah strategi fiskal penting untuk menjawab tantangan krisis iklim, degradasi lingkungan, dan minimnya alokasi anggaran lingkungan di daerah. “RPJMD 2025–2029 menjadi momentum penting untuk memastikan kebijakan ini tidak hanya berjalan secara ad hoc tetapi terlembagakan secara struktural. Ini bukan hanya soal legacy kepala daerah, tetapi bagaimana menjamin keberlanjutan kebijakan yang berdampak langsung pada pengelolaan lingkungan,” ungkap Ramlan.

Sejauh ini, 44 pemerintah daerah di Indonesia telah mengadopsi skema EFT dalam bentuk Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan Berbasis Ekologi (ALAKE). Kabupaten Siak menjadi salah satu contoh praktik baik penerapan TAKE dengan mendorong desa-desa berlomba meningkatkan kinerja lingkungan melalui skema anggaran berbasis Indeks Kampung Hijau (IKH).

EFT dalam RPJMD: Strategi Utama, Bukan Tambahan

Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Perencanaan, Evaluasi, dan Informasi Pembangunan Daerah (PEIPD), Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri Rendy Jaya Laksamana menjelaskan bahwa RPJMD 2025–2029 harus disusun secara teknokratik dan berbasis bukti (evidence-based), serta selaras dengan RPJMN dan RPJPN. Ia menekankan bahwa integrasi EFT sangat mungkin dilakukan karena telah tercantum dalam RPJMN 2025–2029. Ia juga mengingatkan pentingnya dokumen RPJMD sebagai alat perjuangan daerah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. “Satu per tiga APBN kita ditransfer ke daerah. Artinya, kalau dokumen perencanaan daerah tidak baik, pembangunan tidak akan efektif,” tegasnya. Ia mendorong agar pendekatan fiskal hijau seperti EFT dimasukkan ke dalam visi, misi, serta indikator kinerja daerah. 

Sementara itu, Maya Rostanty, Dewan Pembina PATTIRO, menyoroti bahwa pengarusutamaan gender juga harus terintegrasi dalam kebijakan fiskal ekologis. “Kita tidak hanya bicara lingkungan, tetapi juga keadilan sosial dan kesetaraan gender sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan,” ungkap Maya. Oleh karena itu, perlu untuk mendorong kebijakan lingkungan yang lebih inklusif sehingga advokasi lingkungan ke depan bukan hanya milik segelintir orang saja. Dalam paparannya, Maya juga menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai jika setengah dari populasi, yakni perempuan, tidak dilibatkan secara bermakna. “Perlu untuk memastikan bahwa perempuan tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga aktor utama dalam pengambilan keputusan,” tambah Maya.

Suara Daerah: Dari Provinsi Aceh hingga Kota Singkawang

Dalam diskusi publik ini, pengalaman daerah turut memperkaya pemahaman mengenai integrasi kebijakan EFT ke daerah.  Husnan Harun selaku  Pelaksana Tugas Kepala BAPPEDA Provinsi Aceh, yang hadir secara daring memaparkan bahwa sejak 2022, provinsinya telah menjalankan TAPE dengan anggaran awal Rp5 miliar. Fokus Provinsi Aceh tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pendidikan dan pemberdayaan ekonomi perempuan. Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 00.8/1325 Tahun 2024, Provinsi Aceh menetapkan penganggaran yang berbasis ekologi sekaligus mendukung pengarusutamaan gender. Sebanyak 10% dari total anggaran dialokasikan untuk isu gender dan lingkungan.

Sementara itu di Provinsi Sulawesi Tengah, Subhan Basir selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa daerahnya telah mengalokasikan Rp15 miliar untuk TAPE Tahun Anggaran 2025. Strategi pembangunan rendah karbon dan tata ruang ramah lingkungan menjadi bagian dari misi jangka panjang daerah. Provinsi Sulawesi Tengah secara resmi memasukkan skema TAPE dalam dokumen RPJPD 2025–2045 dan kini tengah mengintegrasikannya ke dalam RPJMD 2025–2029. Skema ini dirancang sebagai strategi pendanaan untuk mendorong program-program yang mendukung pelestarian lingkungan hidup, konservasi sumber daya alam, dan pengurangan risiko bencana.

Tak ketinggalan, Surya Nengsih dari Pemerintah Kota Singkawang membagikan pengalaman penerapan ALAKE skema anggaran kelurahan berbasis ekologi yang telah diintegrasikan dalam RPJMD mereka. “Kami sudah membangun sistem digital untuk memantau kinerja kelurahan, termasuk aspek lingkungan dan gender,” tuturnya.

Pesan Kunci: Kolaborasi dan Komitmen Politik

Dalam sesi tanya jawab, peserta dari kelompok masyarakat sipil menyoroti pentingnya pelibatan perempuan sebagai aktor serta pentingnya sinkronisasi antara narasi ekologi dan alokasi anggaran. Respon dari narasumber menegaskan bahwa partisipasi publik dan kelompok masyarakat sipil adalah elemen kunci dalam penyusunan RPJMD yang adil dan berkelanjutan.

PATTIRO menutup diskusi dengan tiga rekomendasi utama:

  1. Pemerintah daerah yang telah menjalankan EFT perlu mengintegrasikannya ke dalam RPJMD 2025-2029
  2. Diperlukan kolaborasi multi pihak untuk mendorong pendanaan ekologi yang inovatif
  3. Pemerintah pusat melalui Bina Bangda perlu mendorong harmonisasi kebijakan pusat-daerah dalam aspek fiskal ekologi

Diskusi publik yang diselenggarakan PATTIRO ini menjadi pengingat pentingnya integrasi EFT ke dalam RPJMD 2025–2029 bukan hanya soal teknis perencanaan, tetapi juga soal komitmen politik dan keberpihakan pada masa depan yang lestari. Pelibatan lintas sektor antara pemerintah dan kelompok masyarakat sipil lainya ini menjadi upaya untuk memastikan adanya harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah serta harapan untuk mewujudkan tata kelola anggaran yang lebih hijau dan adil. 

Ditulis oleh: Fabya Budi Luthfiana (Program Officer PATTIRO)

Scroll to Top