
Mataram — Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan apresiasi inisiatif PATTIRO dalam memfasilitasi penguatan pendanaan iklim di Provinsi NTB. Dalam pertemuan koordinasi awal untuk membangun kesepahaman pendampingan antara PATTIRO dan Pemerintah Provinsi NTB, DLHK menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak dalam menghadapi persoalan lingkungan dan kehutanan.
Pertemuan ini berlangsung pada Kamis (27/11) di Ruang Meeting Bidang Planologi dan Pemanfaatan Hutan (PPH), DLHK Provinsi NTB. Pada kesempatan tersebut, Kepala Bidang PPH, Bono, memaparkan kondisi terkini sektor lingkungan dan kehutanan, khususnya di Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Dompu, tiga wilayah yang akan menjadi fokus program penguatan pendanaan iklim yang diusulkan.
“Beberapa wilayah, terutama Bima dan Dompu, berulang kali mengalami banjir besar bahkan banjir bandang. Jika tidak ada intervensi serius, kita menghadapi risiko besar termasuk kemungkinan Kota Bima tenggelam,” ungkap Bono.
Ia juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat dan daerah yang berdampak pada terbatasnya kemampuan kementerian dan pemerintah daerah menjalankan program pembangunan, termasuk di sektor kehutanan dan lingkungan.

Merespon tantangan fiskal tersebut, PATTIRO hadir melalui program Penguatan Pendanaan Alternatif Sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) di Provinsi NTB: Peluang, Tantangan, dan Strategi. Program ini bertujuan mendampingi pemerintah provinsi menyusun konsep proposal FOLU yang lebih kuat dan kompetitif untuk memperoleh dukungan pendanaan dari berbagai sumber alternatif.
Program Manager PATTIRO, Ramlan Nugraha, menjelaskan bahwa konsep proposal FOLU yang telah disusun pada 2024 belum mendapatkan respons dari lembaga donor. “Ada beberapa catatan penting yang perlu diperbaiki agar proposal lebih solid dan sesuai ekspektasi pemberi dana. Pendampingan ini akan memastikan Pemerintah Provinsi NTB siap bersaing dalam mengakses pendanaan iklim,” ujarnya.
Ramlan menegaskan bahwa pendampingan ini sejalan dengan visi PATTIRO untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam mengelola anggaran lingkungan hidup dan kehutanan. “Penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) Provinsi NTB dari Rp3,4 triliun pada 2025 menjadi Rp2,4 triliun pada 2026 menunjukkan ruang fiskal yang semakin sempit. Daerah tidak bisa hanya mengandalkan APBD; perlu ada skema pendanaan ekologi yang inovatif dan beragam,” tambahnya.

Provinsi NTB memiliki tantangan lingkungan yang mendesak dan memerlukan dukungan pendanaan yang memadai. Pendampingan ini bukan hanya soal menyusun proposal, tetapi membangun kapasitas pemerintah agar mampu mengakses skema pendanaan iklim secara berkelanjutan.
Di akhir pertemuan, PATTIRO dan DLHK Provinsi NTB menyepakati sejumlah poin tindak lanjut yang akan dituangkan dalam berita acara kesepakatan. Konsultan PATTIRO, Muhayat, menutup pertemuan dengan menegaskan pentingnya langkah bersama untuk memastikan upaya penguatan pendanaan iklim di Provinsi NTB dapat berjalan efektif dan menghasilkan dampak nyata.




