RBC FOLU Peluang Pendanaan Hijau untuk Daerah: Pembelajaran dari Kalimantan Selatan

Sumber Foto: ANTARA Foto/Adeng Bustomi

Efisiensi transfer anggaran dari pemerintah pusat ke daerah mendorong pemerintah daerah untuk mencari sumber pendanaan alternatif dalam memperkuat ketahanan daerah terhadap dampak perubahan iklim. Menyikapi hal ini, Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan komitmen kuat dalam rehabilitasi hutan dan lahan melalui Gerakan Revolusi Hijau, yang turut didukung oleh pendanaan berbasis hasil (Result-Based Contribution/RBC) untuk mendukung target nasional Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030.

Keberhasilan Kalimantan Selatan dalam memperoleh pendanaan RBC FOLU Net Sink 2030 merupakan jalan panjang. Sejak 2017, Provinsi Kalimantan Selatan telah menginisiasi Program Gerakan Revolusi Hijau sebagai strategi untuk mengurangi luas lahan kritis di wilayahnya. Program ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 7 Tahun 2018 tentang Gerakan Revolusi Hijau.

Berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Rehabilitasi Hutan Lahan (RHL) Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan Alip Winarto, Gerakan Revolusi Hijau merupakan program kolaboratif lintas pemangku kepentingan yang bertujuan meningkatkan daya dukung DAS sekaligus kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Program ini memfokuskan pemulihan pada lebih dari 500 ribu hektar lahan kritis, dengan target rehabilitasi sekitar 15 ribu hektar per tahun.

“Program ini berhasil mengatasi ratusan ribu hektare lahan kritis di Kalimantan Selatan, mengubahnya menjadi kawasan hijau yang berfungsi sebagai penyerap karbon aktif dan mendorong perbaikan kualitas lingkungan secara umum,” ujar Alip Winarto dalam Diskusi Publik bertajuk Pembelajaran Akses dan Implementasi Dana RBC FOLU Norway: Pengalaman Provinsi Kalimantan Selatan, yang diselenggarakan secara daring oleh PATTIRO dan KMS-PE melalui dukungan The Asia Foundation pada Jumat (12/11).

Kegiatan ini juga sekaligus merupakan inisiatif PATTIRO untuk berbagi praktik baik antar provinsi dalam pengalamannya mengakses dan mengimplementasikan dana RBC FOLU.

Kontribusi Provinsi pada Target FOLU Net Sink 2030

FOLU Net Sink 2030 adalah kondisi di mana sektor kehutanan dan penggunaan lahan di Indonesia mampu menyerap emisi karbon lebih besar daripada emisi yang dihasilkan pada sektor tersebut pada tahun 2030. Indonesia telah mengintegrasikan target ini dalam program prioritas nasional untuk mitigasi perubahan iklim.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menyusun Rencana Kerja (Renja) FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional, yang memperkirakan kebutuhan dana sekitar Rp21,9 triliun untuk mencapai target pemulihan lahan dan penurunan emisi. Dalam memanfaatkan kesempatan pendanaan berbasis hasil (RBC), Provinsi menyusun Rencana Aksi Daerah FOLU (RAD-FOLU) yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Dinas Kehutanan, serta diintegrasikan dengan Rencana Aksi Nasional FOLU Net Sink 2030.

Tahap pertama intervensi program ini memprioritaskan inventarisasi lahan, perencanaan lokasi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), serta pelaksanaan penanaman pohon di lokasi strategis. Aksi ini dirancang untuk memulai peningkatan serapan karbon, sekaligus menyusun basis data lokasi yang diperlukan untuk target jangka panjang hingga 2030.

Koordinasi intensif dijalankan bersama unit teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seperti Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) serta unit-unit teknis lain yang relevan.

Sumber Foto: ANTARA Foto/HO-Dishut Kalsel

Tata Kelola Pendanaan RBC dan Dukungan Daerah

Dalam pengelolaan dana RBC FOLU Net Sink 2030, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membentuk Tim FOLU Provinsi, menetapkan standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan dan pelaporan, serta menerapkan prinsip Tata Kelola Lingkungan, Sosial, dan Governance (ESG). Transparansi pengelolaan dana dan kemajuan proyek menjadi fokus utama untuk meningkatkan kepercayaan mitra donor.

Selain dukungan RBC, Pemprov Kalsel juga menyediakan co-funding dari APBD untuk mendukung penyusunan proposal, konsultasi teknis, serta penguatan kebijakan pendukung seperti Peraturan Gubernur, Surat Keputusan Gubernur, dan pembentukan tim koordinasi. Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk memperkuat kredibilitas provinsi di hadapan donor internasional.

Peluang Pendanaan Ekologi Bagi Daerah

Menurut Program Officer PATTIRO, Nurul Tanjung, program RBC FOLU merupakan peluang pendanaan lingkungan yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dengan sumber dana utama berasal dari pemerintah Kerajaan Norwegia melalui skema result-based contribution untuk periode 2023–2030.

Nurul juga menyampaikan bahwa penyerapan dana RBC hingga saat ini masih rendah, meskipun jumlah dana yang diterima cukup besar. “Berdasarkan Laporan Keuangan Proyek FOLU Net Sink 2030 yang dirilis BPDLH, dana hibah RBC yang diterima pada 2024 mencapai sekitar Rp2,91 triliun, namun serapan belanja baru sekitar Rp282 miliar (±9,7%) untuk kegiatan NC-1, NC-2, dan NC-3,” tutur Nurul.

Dalam diskusi ini juga turut hadir Kepala Bidang Planologi dan Pemanfaatan Hutan (PPH), DLHK Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Burhan dan Fungsional Perencana DLHK Provinsi Banten M. Agus Farhan yang tengah menjajaki akses pendanaan RBC FOLU.

Burhan menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi NTB saat ini tengah mempersiapkan proposal pengajuan dana RBC FOLU. Provinsi NTB telah memiliki sejumlah kebijakan dan praktik RHL yang dikembangkan dengan pendekatan ketahanan pangan, khususnya pada kawasan hutan yang tergolong lahan kritis atau kawasan hutan terbuka. Kegiatan RHL tersebut menerapkan pola agroforestry atau kebun campur, yang dinilai mampu memberikan manfaat ekologis sekaligus ekonomi bagi masyarakat.

Menurutnya, pendekatan tanam campur ini telah menjadi bagian dari strategi lintas sektor di NTB, tidak hanya untuk pemulihan lahan dan pengurangan emisi, tetapi juga sebagai upaya mitigasi bencana, pengentasan kemiskinan, dan penguatan ketahanan pangan, terutama di wilayah Pulau Lombok.

Sementara itu, M. Agus Farhan menjelaskan bahwa DLHK Provinsi Banten saat ini tengah menjajaki potensi kerja sama dengan perguruan tinggi dalam penyusunan proposal guna mengakses pendanaan RBC FOLU.

Scroll to Top