Gender Assessment Tool dalam Perhutanan Sosial

Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan data Sakernas (2018), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan berada di angka 51,88% lebih rendah dibandingkan dengan TPAK laki-laki yang mencapai 82,69%. Kondisi ini kemudian menjadi perhatian serius pemerintah, dimana pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menetapkan adanya target peningkatan TPAK Perempuan hingga 55,00 pada 2024. Komitmen pemerintah ini perlu diapresiasi dan dikawal implementasinya sehingga dapat meningkatkan kesetaraan gender di Indonesia.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan TPAK perempuan adalah dengan perhutanan sosial. Program ini mendorong pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melalui skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat. Guna mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam perhutanan sosial, Pemerintah juga telah berupaya mendorong pengelolaan perhutanan sosial yang lebih inklusi melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021.

Namun demikian, dalam implementasinya, meskipun capaian perhutanan sosial mengalami peningkatan, namun dari sisi penerima manfaat khususnya keterlibatan perempuan masih sangat terbatas. Hingga Mei 2022, capaian akses kelola hutan sosial mencapai 4,9 juta ha dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 1.076.014 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut, partisipasi perempuan berjumlah 141.819 perempuan atau 13% (KLHK, 2022). Apabila lebih detail lagi, keterlibatan perempuan khususnya dalam kelompok usaha perhutanan sosial juga masih sangat terbatas.

Melihat kondisi di atas, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) berinisiatif menyusun Gender Assessment Tool (GAT) dalam perhutanan sosial. Melalui dukungan The Asia Foundation dalam Program SETAPAK 3, tools ini berupaya untuk mengidentifikasi secara cepat berbagai isu gender dalam pengelolaan perhutanan sosial berdasarkan tahapan pra dan pasca persetujuan, kelembagaan dan kebijakan perhutanan sosial, dilihat dari akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dari perhutanan sosial. GAT ini dapat digunakan oleh organisasi masyarakat sipil maupun pihak yang concern mendorong perhutanan sosial. Data dan informasi yang dihasilkan dari penilaian ini, dapat menjadi bahan pendukung untuk memperkuat kebijakan pengelolaan perhutanan sosial yang lebih responsif gender baik di tingkat pusat dan daerah.

Scroll to Top
Skip to content