Salah satu permasalahan global yang saat ini kita hadapi adalah perubahan iklim. Dampak perubahan iklim begitu luas dan mempengaruhi semua aspek kehidupan seperti lingkungan, ekonomi, pendidikan, hingga pola hidup masyarakat. Pada aspek lingkungan misalnya, pada tahun 2021, terdapat 5.402 kejadian bencana yang 98-99 persen merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir yang disebabkan karena perubahan iklim atau cuaca. Menurut Bappenas (2022), perubahan iklim telah mengakibatkan peningkatan intensitas bencana di Indonesia.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memiliki komitmen untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Hal ini tertuang dalam kesepakatan Paris atau Paris Agreement, dimana Indonesia memiliki target untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan hingga 41 persen apabila terdapat bantuan internasional pada tahun 2030. Bahkan, pada 2022 lalu Pemerintah menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 31,8 persen dan 43,2 persen pada 2030.
Komitmen ini terus di perkuat dengan pelbagai aksi adaptasi dan mitigasi di sektor kehutanan, energi, pertanian, sampah dan pengolahan industri. Demikian juga di tingkat daerah, sudah ada rencana aksi daerah untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk bagaimana peran serta masyarakat dalam aksi perubahan iklim.
Kelompok pemuda merupakan elemen penting yang memiliki modalitas untuk mendorong aksi perubahan iklim. Pada tahun 2020, anak muda Indonesia yang berusia 15-24 tahun menyumbang sekitar 24 persen dari total populasi Indonesia. Jumlah tersebut diperkirakan semakin meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Kelompok muda juga dinilai memiliki perhatian serius terhadap isu-isu iklim. Berdasarkan hasil survei Lembaga Indikator Politik Indonesia (2020), kelompok usia 17-26 tahun atau biasa disebut Generasi Z justru lebih “aware” terhadap perubahan iklim. Dari sekitar 4.000 responden, 82 persen menjawab isu yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah lingkungan hidup. Lebih spesifik lagi,
masalah yang paling dikhawatirkan saat ini dan mendatang antara lain cuaca ekstem, penumpukan sampah dan plastik, kesehatan, penggundulan hutan, dan polusi udara.
Upaya meningkatkan kesadaran dan aksi kelompok muda dalam perubahan iklim, merupakan sesuatu yang sangat urgen dan harus dimasifkan sejak dini. Dengan perkembangan media
dan internet saat ini, menjadi peluang bagi kelompok muda untuk turut berpartisipasi dalam menyampaikan informasi atau berita terkait permasalahan lingkungan maupun aksi atau
kampanye tentang perubahan iklim. Kelompok pemuda yang lekat dengan internet dan aktivitas di media sosial memiliki potensi untuk menciptakan perubahan melalui penyebaran informasi. Selain melalui media, aspirasi kelompok muda juga dapat disampaikan kepada lembaga legislatif yaitu DPR atau DPRD di Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) melalui dukungan The International Development Research Centre (IDRC) dan OAK Foundation memandang penting untuk mendorong peran kelompok muda dalam aksi perubahan iklim, khususnya di tingkat lokal. Oleh karena itu, PATTIRO bekerja sama dengan Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) sebagai mitra di daerah menyelenggarakan Youth Camp for Climate Change Actions bertajuk Saatnya Aksi, Saatnya Selamatkan Bumi! pada 31 Januari – 3 Februari 2023 di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Peserta yang hadir berasal dari 17 perwakilan sekolah/universitas/kelompok tani/LSM dan berusia sekitar 16-24 tahun.
Buku ini merupakan kumpulan esai dari para peserta Youth Camp. Sekitar 23 esai berhasil dikumpulkan yang berisi gagasan para anak muda tentang isu lingkungan dan perubahan iklim. Beberapa hal diungkap seperti: Masalah dan dampak yang timbul akibat perubahan iklim di lingkungan sekitar, termasuk di sektor kehutanan, kesehatan, pariwisata, pesisir; Penyebab timbulnya perubahan iklim dan gagasan mengatasi perubahan iklim. Beberapa gagasan menjadi perhatian anak muda seperti pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim, kolaborasi antar pihak dalam aksi iklim, memperkuat relasi hubungan agama-alam dan bencana, hingga tawaran penggunaan ecoplastic dan pengembangan energi hijau. Selain itu, sisi lain anak muda yang kritis juga tersampaikan dalam buku ini, bagaimana mereka mengkritisi sumber daya alam khususnya batu bara yang terus di eksploitasi terus menerus tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Membaca buku ini akan membangkitkan nuansa dan semangat anak muda dalam mendorong aksi perubahan iklim. Bagi kami, semangat itu harus terus tumbuh agar aksi-aksi dapat direalisasikan dan berkelanjutan. Akhir kata, selamat membaca!