Advokasi Pembentukan PPID Kabupaten Keerom, Provinsi Papua

Kisah Advokasi Pembentukan
PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)
Kabupaten Keerom Provinsi Papua

oleh Peter Supardi
(District Facilitator Badan Publik Kabupaten Keerom, Papua)

Pada 10 September 2012, saya secara resmi bergabung dengan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), melaksanakan program dukungan Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD). Saya ditempatkan sebagai distrik fasilitator badan publik Kabupaten Keerom untuk program Community Acces to Information (CATI).

Sebagai pendatang baru di LSM dan lembaga yang bermitra dengan pemerintah daerah, saya perlu menyesuaikan diri. Sebelumnya saya bekerja pada SKPKC Fransiskan Papua, terlibat dalam advokasi hak asasi manusia (HAM), yang cenderung bertolakbelakang dengan penyelenggara negara.

Mula-mula saya diperkenalkan dengan sistem dan mekanisme kerja PATTIRO dan AIPD serta advokasi keterbukaan informasi publik. Landasan hukum untuk advokasi keterbukaan informasi publik adalah UU No. 14 Tahun 2008, PP No.65 Tahun 2010 dan Permendagri No.35 Tahun 2010.

Pada masa awal ini, saya fokus mempelajari mekanisme kerja dan juga instrumen yang menjadi landasan advokasi. Sebagai orang awam di bidang hukum, saya mencoba menggeluti tiga peraturan itu, seraya melihat contoh advokasi di daerah lain. Praktis selama September 2012, saya berkenalan dengan teman-teman di PATTIRO, mempelajari peraturan terkait keterbukaan informasi publik dan juga berkenalan dengan District Facilitator AIPD serta ikut dengan beberapa teman CSO melakukan mapping CSO di Kabupaten Keerom.

Saya dan mitra AIPD lainnya menggunakan waktu ini untuk lebih dekat dengan para pemangku kepentingan publik Kabupaten Keerom. Kami belum bisa melakukan kick off, start bekerja karena harus ada pertemuan terlebih dahulu antara Pemkab Keerom (PMC) dengan mitra pelaksana.

Waktu yang dinantikan pun tiba, pada 1 Oktober 2012, diselenggarakan pertemuan antara PMC Kabupaten Keerom dengan AIPD dan mitra pelaksananya: PATTIRO, MAZARS, dan KEUDA Uncen. Kami saling berkenalan satu sama lain.

Pada pertemuan itu, Pemkab Keerom dan AIPD menjelaskan maksud dan tujuan pelaksanaan program AIPD di Keerom. Tujuannya agar tercipta pemerintahan yang responsif, masyarakat yang aktif dan pengelolaan (manajemen) pengetahuan. Secara khusus dijelaskan AIPD fokus pada empat bidang utama (SKPD), yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur (PU) dan Bappeda.

Setelah mengikuti pertemuan dengan PMC, saya dan pelaksana program CATI se-Papua mengikuti training selama tiga hari (2-4 Oktober 2012) di Hotel Mutiara Kotaraja Jayapura. Kepada kami diperkenalkan mekanisme kerja, target yang akan dikerjakan dan dicapai selama periode tiga tahun mendatang (2012-2015). Kami juga diperkenalkan tentang instrumen keterbukaan informasi publik dan hal teknis.

Waktu selanjutnya, saya fokus mempersiapkan Sosialisasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) untuk SKPD Kabupaten Keerom. Untuk melaksanakan tugas ini, saya koordinasi intensif dengan DF AIPD Keerom Clief Ohee dan Korprov CATI Rusmawardi. Saya menyiapkan undangan peserta, makan-minum, ruangan pertemuan, naskah sambutan Bupati, dan terakhir yang amat merepotkan adalah undangan untuk narasumber dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pusat di Jakarta.

Dalam koordinasi awal dengan Korprov dikatakan bahwa undangan untuk narasumber Jakarta bisa dibuat oleh PATTIRO, ternyata setelah saya berkoordinasi dengan DF AIPD disampaikan Sosialisasi UU No. 14 Tahun 2008 di lingkup Pemkab Keerom merupakan hajatan Pemkab Keerom, maka yang membuat undangan adalah Pemkab Keerom, bukan PATTIRO.

Menyikapi hal ini, saya pun membuat surat undangan dalam dua bentuk, yang satu ditandatangani Sekda dan yang lainnya ditandatangani Asisten II. Pada 18 Oktober 2012, saya membawa surat undangan untuk ditandatangani oleh Asisten II Adrianus Samonsabra atau Sekda Yerry F. Dien. Ternyata kedua pejabat ini sangat sibuk, Asisten II ada di Jakarta sementara Sekda memimpin rapat.

Sambil mencari waktu yang tepat dengan mondar-mandir di Kantor Bupati Keerom, saya pun menyempatkan diri untuk membagi undangan ke semua SKPD. Saya dibantu oleh Hieronimus Hamu, DF Penguatan Masyarakat. Akhirnya undangan tersebar ke semua SKPD dan perwakilan CSO.

Meskipun persiapan pelaksanaan sosialisasi ini hampir tuntas, saya sangat gelisah karena undangan ke narasumber belum ditandatangani. Korprov CATI Papua, Pak Rusmawardi selalu bertanya, “Bos, bagaimana undangan ke narasumber Jakarta. Apakah sudah ditandatangani?”

Waktu semakin sempit, tidak ada tanda-tanda undangan akan segera ditandatangani. Saya semakin gelisah. Untuk memastikan undangan segera ditandatangani saya selalu berkoordinasi dengan DF AIPD untuk meminta petunjuknya.

Tidak ada waktu lagi, sudah 22 Oktober 2012, tetapi belum ada tanda undangan akan ditandatangani. Saya diarahkan oleh DF AIPD untuk meminta petunjuk dari Sekretaris PMC Keerom, Pak Tambunan. Setelah berdiskusi, beliau memberikan nomor sekretaris pribadi Sekda agar saya bisa minta tanda tangan Sekda.

Mengingat waktu yang sempit, beliau menyarankan agar scan saja tanda tangan Asisten II lalu dimasukkan di undangan, fotokopi dan dikirim. Atas saran ini, hati nurani saya tidak setuju dan saya katakan hal ini kurang baik. Saya pun meninggalkan ruangan Pak Tambunan tanpa ada hasil apa pun. “Tunggu mujizat saja,” itulah pikiran yang terlintas dalam hati saya.

Keesokan harinya, 23 Oktober 2012, saat berada di kantor Bappeda, HP saya berdering. Ternyata yang menelpon adalah Asisten II. “Adik ko datang sudah, bawa undangan itu supaya Bapa tandatangan. Tapi pergi minta dulu cap di bagian umum. Bapa ada kegiatan di Kantor Gubernur Dok II Jayapura,” kata Asisten II.

Saya segera membawa undangan itu ke Bagian Umum untuk dicap. Sampai di sana masih “diinterogasi” lagi. Saya bilang silakan telpon dan cek saja sama Asisten II. Kepala Bagian Umum menelpon Asisten II, tidak lama kemudian salah satu staf pergi fotokopi rangkap lima, lalu dicap dan saya berangkat ke Kantor Gubernur Papua di Dok II Jayapura.

Tiba di sana saya mengirim SMS: “Bapa, saya sudah ada di depan Sasana Krida.” Asisten II keluar dari ruang rapat. Kami mencari tempat untuk meletakkan map. Tampak sebuah meja di pojok ruangan itu. Di situlah Asisten II menandatangani undangan untuk dikirim kepada narasumber dari Kementerian Komunikasi dan Informasi di Jakarta.

Saya lega. Dari kantor Gubernur, saya menuju ke kantor PATTIRO Papua di Kotaraja Grand. Saya menyerahkan undangan itu kepada Korprov CATI. Beliau meminta Rudi Guntara (adminkeu) menscan undangan tersebut dan dikirim ke Pak Tulus Subardjono selaku narasumber. “Terima kasih bos, atas kerja kerasnya,” ungkap Pak Rush dengan senyum lebar.

Setelah itu saya langsung kembali ke Keerom. Keesokan harinya, 24 Oktober 2012, saya menemui Kepala Bagian Humas dan Protokoler untuk menyerahkan susunan acara, pidato Bupati dan memastikan MC yang akan bertugas besok. Pertemuan berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan. Kabag Humas dan Protokoler memastikan bahwa semua akan dikoordinasikan dengan Bupati untuk membuka acara tersebut.

Sesudah pertemuan singkat itu, saya kembali ke Aula Bappeda untuk menyiapkan tempat. Syukur ada staf Bappeda yang bersedia menyiapkan ruangan tersebut, termasuk memasang spanduk. Tidak lama, Roni Hamu, DF Penguatan Masyarakat, datang membawa softcopy pidato bupati yang dititipkan oleh Korprov. “Adik Piet, ini ada titipan naskah sambutan Bupati dari Korprov. Tolong diedit dulu baru dikasih ke bagian protokoler,” ungkapnya.

“Maaf, saya sudah serahkan naskah yang saya buat. Biar pakai naskah yang sudah saya serahkan itu saja,” jawab saya. Akhirnya, kami putuskan tidak menyerahkan naskah sambutan bupati yang dibawa oleh Roni Hamu, karena tidak ada waktu lagi.

Tanggal 25 Oktober 2012 menjadi hari bersejarah bagi upaya advokasi keterbukaan informasi publik di Kabupaten Keerom. Hari itu dilaksanakan Sosialisasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bagi SKPD di lingkungan Pemkab Keerom. Sedianya acara dilaksanakan pukul 10.00 WIT, tetapi karena di waktu bersamaan, Sekda memimpin rapat panitia persiapan rapat koordinasi perbatasan nasional, acara baru dimulai pada 11.39 WIT.

Rangkaian acara berjalan dengan sangat baik, mulai pembukaan oleh MC, saya menyampaikan laporan panitia, diteruskan sambutan Bupati yang diwakili oleh Sekda  Yerry F. Dien sekaligus membuka acara tersebut, pemaparan materi yang disampaikan oleh Direktur IKP Kemenkominfo Tulus Subardjono dan Asisten II Drs. Adrianus Samonsabra, sampai pada RTL yang dipandu oleh Kepala Bidang Kominfo Dishubkominfo Keerom, Magike Bangun.

Jalannya sosialisasi ini dipandu oleh moderator, Kepala Dishubkominfo Deddy Dermawan. Pada intinya, pemerintah Kabupaten Keerom siap membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap SKPD. Pada kesempatan itu juga disepakati bahwa PPID Utama Kabupaten Keerom berada di Dishubkominfo. Acara berakhir pukul 15.00 WIT ditutup oleh Asisten II Adrianus Samonsabra.

Sekali lagi saya lega dan gembira karena sosialisasi ini dapat berjalan dengan sangat baik dan sesuai dengan rencana semula. Saya pikir dapat menikmati masa tenang. Ternyata saya keliru, keesokan harinya, Jumat, 26 Oktober 2012 saya diserang malaria. Saya panas dan menggigil di siang bolong.

Merasa diri tidak mampu lagi sendirian di kos, saya pun memaksakan diri untuk bangun dan sendiri membawa motor ke rumah sakit Abepura. Perjalanan memakan waktu hampir lima puluh menit. Tiba di rumah sakit, saya masuk UGD, hampir pingsan.

Saya tergeletak di lantai UGD, dan diminta menghubungi keluarga. Saya bingung mau hubungi siapa, karena semua anggota keluarga ada di Merauke-Papua. Dalam situasi serba darurat itu, saya menghubungi beberapa sahabat. Setelah menunggu sekian lama, Albert Pu’u datang. Dialah yang mengurus dan memperhatikan saya selama sakit.

Setelah Albert datang, dokter memeriksa saya. Ternyata betul, saya diserang saudara malaria tersiana ples 2. Kondisi fisik saya sangat lemah, maka dokter minta untuk diopname. Dari UGD pindah ke ruang rawat inap, saya dirawat selama tiga hari.

Minggu, 28 Oktober 2012, pagi hari saya minta pulang. Dokter tidak mengijinkan, tetapi saya minta pulang karena Senin harus kerja lagi, berkoordinasi dengan pihak Dishubkominfo untuk menindaklanjuti hasil sosialisasi pembentukan PPID Kabupaten Keerom.

Saya harus menyelesaikan biaya rumah sakit sebesar Rp. 700 ribu. Setelah itu, pulang dengan langkah yang masih gontai. Saya menginap di kos Albert, sambil memulihkan kondisi fisik yang lemah, dan tetap berkoordinasi dengan instansi terkait agar proses pembentukan PPID Kabupaten Keerom segera terealisasi.

Setelah saya pulih dari sakit, saya menyiapkan draft SK Bupati Keerom tentang PPID. Saya juga menyertakan SOP yang dapat dipakai sebagai panduan bagi PPID Utama. Usai berkoordinasi dan mencari waktu yang tepat, pada 14 November 2012 saya menyerahkan draft SK PPID dan SOP kepada Kabid Kominfo Magiken Bangun untuk dipelajari dan dilakukan koreksi serta disesuaikan dengan kondisi Pemkab Keerom. Selanjutnya, Pak Bangun yang mengurus pengesahan SK PPDI ini ke bagian hukum.

Saya menaruh percaya yang besar kepada Pak Bangun. Saya pikir tidak perlu datang sendiri ke bagian hukum karena akan menyalahi protokoler birokrasi pemerintahan. Ternyata saya keliru. Setiap kali mengecek, selalu dijawab sudah ada di bagian hukum, sedang diproses. Hari-hari berlalu seperti itu, saya mulai curiga, “Ada apa dengan SK ini?”

Pada 26 November 2012, setelah bertemu dengan Pak Bangun, saya menemui Kabag Hukum Rully I Ririmase. Dari situlah saya mendapat informasi draft SK PPID memang sudah diserahkan, tetapi surat pengantar dari Kepala Dishubkominfo belum ada sehingga belum bisa diproses.

Mendengar jawaban itu, usai pertemuan saya ke kantor Dishubkominfo meminta Pak Bangun mengurus surat pengantar itu. Surat pengantar sudah jadi dan ditandatangani Kadis, saya mengantarnya ke Bagian Hukum agar SK PPID diproses.

Pada 30 November 2012, saya dan Pak Bangun ke Bagian Hukum, jawabannya selalu sama, “Sedang diproses.” Kabag Hukum menawarkan salinan, tetapi kami masih bersabar, dan menunggu SK asli.

Pada 6 Desember 2012, saya dan Clief Ohee melakukan pertemuan dengan Kabag Hukum. Hasilnya, beliau menjanjikan SK PPID segera diterbitkan. Pada waktu itu, dikeluarkan salinan SK PPID, tetapi kami masih memberi waktu agar Bupati bisa menandatanganinya terlebih dahulu.

Kami terus berkoordinasi. Pada 10 Desember 2012, saya mengingatkan Kabag Hukum agar SK PPID diterbitkan. Tidak lama kemudian beliau menelpon saya dan memastikan bahwa salinan SK PPID akan diterbitkan agar dapat dipakai oleh SKPD untuk mengalokasikan anggaran dalam APBD.

Keesokan harinya, 11 Desember 2012, saya mendapat SMS dari Kabag Hukum bahwa salinan SK PPID sudah disiapkan. Saya dan Pak Bangun yang mengambil SK PPID tersebut. Bagian Hukum telah memfotokopi 40 eksemplar untuk setiap SKPD Pemkab Keerom. Setelah distempel, saya membawa SK tersebut dan memberikan satu eksemplar untuk DF AIPD.

“Target AIPD adalah terbitnya SK PPID, sedang pelantikan bisa dilakukan tahun depan, tidak perlu terburu-buru karena Pemda memiliki banyak agenda,” ujar Pak Clief.

Kini SK PPID ada di Kantor Dishubkominfo Kabupaten Keerom dan siap untuk didistribusikan ke seluruh SKPD. Saya gembira dan bersyukur bahwa setelah berjuang, akhirnya pada 11 Desember 2012, SK Bupati Kabupaten Keerom tentang PPID diterbitkan dengan Nomor 105 Tahun 2012, tertanggal 28 November 2012.[]

Catatan:

Kini era reformasi, UU No. 14 Tahun 2008 diberlakukan, tetapi rakyat masih sulit mengakses informasi publik. Pada pertemuan dengan tokoh masyarakat sipil untuk membentuk community center di Kabupaten Keerom, pada 6 Desember 2012 terungkap bahwa Pemkab Keerom masih sangat sulit membuka diri. Pemerintah masih tertutup, sehingga banyak kasus korupsi merajalela. Bahkan sampai saat ini dokumen APBD Kabupaten Keerom tidak bisa diakses oleh masyarakat. Padahal dokumen APBD adalah dokumen publik yang wajib disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Berdasarkan pengalaman advokasi pembentukan PPID Kabupaten Keerom, saya mengalami bahwa Pemkab Keerom belum menyadari sepenuhnya pentingnya informasi publik bagi masyarakat. Pemerintah terlalu sibuk dengan pekerjaan lain dan mengabaikan hak warganya untuk mengetahui pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Keerom.

Dalam konteks advokasi PPID, saya juga menemukan dan mengalami bahwa para pejabat di Kabupaten Keerom terlalu banyak keluar daerah. Padahal mereka dipilih untuk melayani warga masyarakat di Keerom, bukan untuk jalan-jalan keluar Keerom. Waktu saya pergi ke Kantor Bupati untuk minta tandatangan Sekda alasannya macam-macam: sibuk dan keluar daerah. Bupati juga sama.

Saya berpikir kalau sudah ada PPID di setiap SKPD, maka warga bisa mengecek perjalanan-perjalanan ‘dinas’ yang dilakukan oleh pejabat publik di Kabupaten Keerom. Masyarakat perlu tahu karena mereka jalan menggunakan uang rakyat. Dengan demikian masyarakat bisa melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara agar: “transparan, efektif dan efisien serta dapat mempertanggungjawabkan (ayat 3, d).”

Saya juga optimis melalui program dukungan AIPD, pemerintah akan semakin terbuka dan warga Keerom pun akan makin kritis untuk menyikapi kebijakan pembangunan. Namun, sikap optimis ini hanya dapat terealisasi sejauh pemerintah dan masyarakat memiliki komitmen yang sama untuk melakukan perubahan dan pembenahan sistem layanan publik dari yang sangat tertutup kepada suatu pemerintahan yang terbuka. Jika tidak, pemerintahan akan tetap tertutup, korupsi akan merajalela di Keerom dan masyarakat tetap hidup dibawah garis kemiskinan.

Semoga dengan dilantiknya PPID Kabupaten Keerom nantinya, para pejabat terkait dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dalam melayani masyarakat, terutama dalam menyediakan informasi publik yang diperlukan masyarakat.

Akhirnya, saya menyampaikan limpah terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras: Korprov CATI Rusmawardi, DF AIPD Clief Ohee, DF Penguatan Masyarakat Roni Hamu, Magiken Bangun dari Kominfo Keerom, Ririmase dari bagian hukum dan semua pihak yang telah membantu hingga terbitnya SK PPID Kabupaten Keerom.

Semoga Tuhan yang mahamurah lagi penyayang menganugerahkan rahmat dan berkat berlimpah bagi saudara sekalian. Kita masih memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih besar lagi yakni pelantikan PPID dan penerapannya pada setiap SKPD, terutama SKPD Kunci: Pendidikan, Kesehatan, PU dan Bappeda. Mari kita bekerja sama, agar semua proses ini dapat berjalan dengan baik sesuai yang direncanakan.

Arso II, Keerom, 19 Desember 2012

Scroll to Top
Skip to content