Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintah Daerah (Pemda) yang sedang dibahas di DPR dinilai masih memberikan peluang munculnya peraturan daerah (Perda) diskriminatif. Poin ini mencuat dalam diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) di Hotel Ibis, Jumat (15/3).
“Karena dari faktanya, kami terima masih laporan tentang Perda diskriminatif,” kata Komisioner Komnas Perempuan Hussein Muhammad yang menjadi salah satu peserta diskusi. Dia mengambil contoh Perda larangan bagi perempuan keluar malam di Tangerang. Hal ini bisa berulang karena ada penjelasan salah satu pasal kondisi khusus daerah. Peserta diskusi juga beranggapan jika ketentuan tidak dibatasi penafsirannya, justru akan memberi kesempatan munculnya aturan yang aneh-aneh. Semisal regulasi yang mengatur posisi duduk di kendaraan bermotor di Lhokseumawe.
Masalah lain yang muncul dalam diskusi bertema “Kesetaraan dan Keadilan” dalam RUU Pemda ini ialah inkonsistensi dengan UU lain. Salah satunya dengan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Pada draf ini, sanksi bagi pejabat pemerintah yang menutup informasi hanya berupa hukuman administratif. Sementara, UU Keterbukaan Informasi mengatur hingga hukuman pidana.
Selain itu, pemberdayaan perempuan tidak dicakup dalam urusan wajib pelayanan dasar. Padahal, ini merupakan urusan dasar yang sudah diatur di dalam Standar Pelayanan Minimum di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan dilaksanakan oleh Pemda. Dikhawatirkan ini tidak akan menjadi prioritas dalam belanja dan program.
Diskusi dihadiri berbagai kelompok masyarakat sipil dan akademisi yang terdiri dari Komnas Perempuan, RAHIMA, Kapal Perempuan, Women Research Institute (WRI), Riset Data Utama dan Pusat Kajian Hukum Untirta Banten.
Salah satu usulan yang dihasilkan ialah revisi UU ini harus menyesuaikan dengan aturan lain. Tidak hanya UU Keterbukaan Informasi, namun juga dengan Pelayanan Publik, dan regulasi lain. Kedua, lebih memastikan kesetaraan dan keadilan gender terimplementasi dalam kehidupan masyarakat melalui kebijakan yang strategis baik dari sisi akses, partisipasi, kontrol maupun pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.