Tim Tujuh Harus Objektif dalam Meloloskan Calon Pendamping Desa

Pendamping DesaPara calon pendamping desa yang dinyatakan lulus tes administratif dan tertulis, telah mengikuti psikotes pada tanggal 4 Juni lalu. Jika kembali lulus tahapan psikotes, mereka akan menghadapi satu tahapan tes terakhir yaitu tes evaluasi kualifikasi berdasarkan resume atau CV calon pendamping dan dokumen pendukung lainnya yang dikirim kepada panitia seleksi.

Pada tahap ini, nasib mereka sepenuhnya berada di tangan Tim Tujuh, yaitu tujuh orang pantia seleksi yang terdiri dari dua orang unsur pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), dua orang dari pemerintah daerah, dan tiga orang dari unsur perguruan tinggi.

“Pada tahap ini, para calon pendamping desa sudah tidak lagi bisa berbuat apa-apa karena keputusan diterima atau tidaknya mereka sepenuhnya ada di tangan Tim Tujuh. Karena itulah, pengambilan keputusan penerimaan calon pendamping desa secara subjektif sangat mungkin terjadi,” ujar Direktur Eksekutif PATTIRO Sad Dian Utomo.

Tidak hanya itu, ucap Sad Dian, tingginya potensi pengambilan keputusan secara subjektif oleh Tim Tujuh juga dapat terjadi karena data peserta yang akan dievaluasi atau dinilai sesuai kualifikasi yang tercantum di dalam Petunjuk Pelaksanaan Rekrutmen Tenaga Pendamping Profesional Desa hanya berdasarkan tingkat pendidikan, pengalaman pemberdayaan, dan lama pengalaman pemberdayaan. “Indikator yang digunakan ini masih kurang terperinci. Bagaimana jika ada calon pendamping yang memiliki tingkat pendidikan yang sama, pengalaman yang sama banyaknya, dan lama pengalaman yang sama?,” tambah Sad Dian.

Meski di dalam petunjuk pelaksanaan tersebut mengamanatkan bahwa tim seleksi harus mendahulukan calon pendamping perempuan jika terdapat nilai yang sama dari perankingan berdasarkan evaluasi data sesuai kualifikasi, menurut Sad Dian hal itu belumlah cukup. “Bagaimana jika ada tiga calon pendamping desa perempuan yang memiliki nilai yang sama? Calon pendamping yang mana yang akan dipilih oleh tim seleksi? Ini mengapa perlu ada kriteria penentu tambahan agar pemilihan pendamping desa tidak berdasarkan pada preferensi Tim Tujuh. Dengan begitu potensi titip-menitip pendamping desa juga bisa dihindari,” pungkasnya.

Selain perlu menambah kriteria penentu tersebut, panitia seleksi calon pendamping desa juga harus membuka informasi nilai dan alasan tidak terpilihnya calon pendamping.  Sad Dian menuturkan, pada saat pengumuman hasil tes terakhir, tim seleksi sebaiknya membuat tabel nilai yang meliputi nilai tes tertulis, psikotes, dan nilai evaluasi kualifikasi dalam bentuk tabel peringkat. “Dengan begitu, seluruh peserta tes dapat mengetahui nilainya. Dengan adanya transparansi tersebut, kecurigaan peserta kepada tim seleksi dan kepada peserta lainnya dapat dihindari,” imbuh Sad Dian.

Lebih lanjut, selain masalah adanya potensi penilaian secara subjektif oleh Tim Tujuh, Peneliti PATTIRO Agus Salim mengungkapkan, ada masalah lain yang muncul saat pelaksanaan tahapan tes sebelumnya, terutama tes tertulis.

Pada tahap pelaksanaan tes tertulis, PATTIRO menemukan banyak calon pendamping desa yang tidak dapat mengikuti ujian karena terlambat sampai di lokasi tes. “Bukan karena mereka malas atau bagaimana, tapi, banyak yang terlambat hadir karena mereka mendapat informasi pelaksanaan tes secara mendadak,” ungkap Agus.

Seperti di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, tutur Agus, banyak calon pendamping desa yang mendapat informasi pelaksanaan tes tertulis melalui email pada tanggal 27 Mei 2016 malam. “Padahal tes tertulis akan diselenggarakan besoknya pada tanggal 28 Mei 2016, dan saat itu mereka berada di wilayah yang cukup jauh dari lokasi pelaksanaan ujian tertulis. Karena akses transportasi yang sulit, meskipun sudah berangkat satu hari sebelumnya, tetap saja mereka terlambat. Ini kan kasihan,” kata Agus.

Agus menambahkan, pemerintah khususnya Kemendesa PDTT seharusnya menyampaikan informasi pelaksanaan tes tertulis minimal satu minggu sebelumnya. Bukan hanya agar peserta bisa mempersiapkan diri dengan belajar, tetapi juga agar mereka dapat memiliki waktu yang cukup untuk menjangkau lokasi ujian tertulis.

Meskipun pelaksanaan rekrutmen pendamping desa tahun ini masih diwarnai kegaduhan, PATTIRO mengapresiasi pemerintah karena telah menerapkan skema penyaringan calon pendamping desa yang lebih akuntabel dan transparan dari sebelumnya.

Pada seleksi tenaga pendamping desa tahun 2015 lalu, panitia seleksi hanya terdiri dari unsur pemerintah saja, baik pemerintah provinsi maupun pusat. “Pada kala itu, potensi campur tangan pemerintah dalam meloloskan pendamping favoritnya atau titipannya sangat besar. Tapi karena sekarang ada perwakilan dari perguruan tinggi, intervensi semacam itu dapat ditekan. Sudah bagus kalau seperti ini. Dan akan lebih baik jika di masa mendatang masyarakat sipil bisa dilibatkan,” tutur Agus.

Selain itu, pada tahun 2015, proses perekrutan tenaga pendamping desa tidak dilakukan secara berjenjang, meskipun telah ada tes tertulis dan bahkan wawancara. Agus menjelaskan, pada tahapan tersebut, calon pendamping desa yang telah mengikuti tes tertulis dapat langsung mengikuti tes berupa wawancara. “Ada beberapa daerah yang menyelenggarakan kedua tes tersebut di hari yang berbeda, tapi ada juga daerah seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah yang melaksanakan tes itu pada hari yang sama. Di Jawa Timur dan Jawa Tengah, kedua tes ini hanya berlaku untuk calon pendamping desa dan tenaga ahli, dan untuk pendamping lokal desa hanya ada tes berupa wawancara,” terangnya.

Itu sangat berbeda dengan seleksi tenaga pendamping desa tahun ini karena dilaksanakan secara berjenjang dan merata. “Mereka yang lolos tes administrasi baru boleh ikut tes tertulis, dan begitu seterusnya hingga tes terakhir. Dengan begitu, pendampin desa yang nantinya terpilih benar-benar memiliki kualitas terbaik,” ujar Agus.

Lebih lanjut, Agus menambahkan, informasi mengenai kualifikasi yang dibutuhkan pun sudah secara terperinci. Hasil tes pun telah diumumkan secara transparan dalam waktu yang singkat. “Hanya sayangnya, jadwal pelaksanaan tes dan penguman hasil tes belum diinformasikan secara rinci sejak awal,” tuturnya.

“Tapi, semoga di proses seleksi selanjutnya pemerintah bisa mengambil pembelajaran dan masukan dari berbagai pihak sehingga proses seleksi pendamping desa dapat lebih akuntabel dan transparan dari yang saat ini,” tutup Agus.

Artikel ini dimuat di HukumOnline.com dengan judul Tim Tujuh Harus Objektif.

Scroll to Top
Skip to content