Hadapi Bencana Iklim, Malang Tingkatkan Kapasitas

api PRB

Berdasarkan Kajian Resiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) yang dibuat oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan beberapa lembaga donor pada 2012, menunjukan adanya peningkatan suhu permukaan bumi hampir  satu derajat celcius di daerah Malang. Dengan keadaan tersebut, Malang yang beriklim lembab itu terancam mengalami kekeringan.

Selain ancaman kekeringan, Malang juga terancam banjir ataupun longsor, dikarenakan Malang juga menyimpan curah hujan ekstrim yang terus meningkat hingga 5% pada tahun 2030.

Tidak berhenti pada dua ancaman itu, terdapat efek demino dari iklim ektrim yang terjadi di Malang, pertanian dan kesehatan menjadi hal yang paling rentan berdampak dari perubahan iklim yang ektrim, seperti penurunan hasil produksi pertanian dan munculnya penyakit malaria, demam berdarah ataupun diare.

Karenanya, dalam menghadapi perubahan iklim yang ekstrim juga labil itu, kesadaran dan kesiapan penting untuk hidup dengan iklim yang tidak bersahabat itu. PATTIRO bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, serta Kecamatan Pujon menggelar pelatihan di desa Ngroto dan Ngabab, Kecamatan Pujon.

Fasilitator Desa, Asiswanto Darsono mengatakan, pelatihan yang diselenggarakan pada 22 dan 23 November 2016 lalu mendapatkan perhatian tinggi dari masyarakat, “Adanya program ini bisa menjadi pintu masuk untuk upaya-upaya yang lebih besar,” ucap Asis, Malang, Senin (23/1). “Karena masyarakat telah resah atas perubahan iklim di Malang,” jelas Asis.

Tak tanggung, sebanyak 40 orang hadir berpartisipasi dalam acara yang melibatkan kepala dan perangkat desa, BPD, LPMD, ormas perempuan, Pengelola HIPPA (air irigasi dan minum), Gapoktan, bidan dan perawat  desa.

Asis melanjutkan, pelatihan juga akan terus dikembangkan. Selain memberikan penyuluhan, masyarakat juga akan membentuk sebuah wadah yang akan mengawal terbentuknya suatu kebijakan terkait adapatasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Masyarakat membentuk Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana (API PRB),” tutur Asis.

Pentingnya peran masyarakat dalam penyusunan kebijakan itu, karena masyarakatnyalah yang paham akan wilayah tempat tinggalnya. Sehingga, kebijakan itu sendiri akan mengikuti kebutuhan dan kondisi masing-masing wilayah.

Selain peran masyarakat, peran Pemerintah Daerah juga penting terutama Kabupaten. Mengingat, kata Asis, Kabupaten memiliki peran dalam penyusunan kebijakan desa terkait API PRB itu, “Walaupun Desa punya kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri, tapi tentu itu butuh kebijakan dari Kabupaten,” ujar Asis menjelaskan jika kebijakan Kabupaten dibutuhkan dalam menyusun perencanaan dan penganggaran.

Diharapkan, dengan kerjasama antar Desa dan Kabupaten yang menyimpul, kesiapan masyarakat atas perubahan iklim dapat terwujud, “Walhasil, masyarakat dapat mengurangi resiko bencana saat terjadi cuaca yang ekstrim,” tandas Asis. (AR)

Berita

Berita Lainnya

Newsletter

Scroll to Top
Skip to content