Policy Brief | Penguatan Kebijakan Pendanaan Lingkungan dalam Rancangan Permendagri Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2025

Pemerintah telah mendorong berbagai kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Namun demikian, masih terdapat pekerjaan rumah untuk mengatasi gap antara kebutuhan dan pembiayaan aksi perubahan iklim di APBN. Inovasi kebijakan Ecological Fiscal Transfer (EFT) melalui Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE) yang sudah diterapkan di 30 daerah di Indonesia telah berkontribusi mendorong tujuan pembangunan daerah. Kebijakan insentif fiskal sudah diatur dalam regulasi nasional, namun belum secara eksplisit tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD, khususnya terkait penguatan pendanaan lingkungan. Di sisi lain, regulasi ini memiliki peran penting sebagai pedoman penyusunan penganggaran di daerah. Policy brief ini mengusulkan masukan terhadap Rancangan Permendagri Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2025, yaitu Pertama, Memperkuat mandat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Rancangan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025, dengan menambahkan Bantuan Keuangan Khusus Berbasis Ekologi; dan Kedua, Menambahkan klausul baru dalam pengaturan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dimana Pemda dapat membentuk BLUD Pengelola Dana Lingkungan.

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD, 2010) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan pengurangan ketidaksetaraan (ketimpangan), serta tidak mengeksploitasi sumber daya generasi mendatang pada risiko lingkungan yang signifikan dan kelangkaan ekologi. Ekonomi hijau berusaha membawa manfaat sosial jangka panjang dan mengurangi risiko lingkungan untuk tujuan jangka pendek.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendorong pembangunan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kualitas lingkungan hidup sejak 2014 hingga 2023. Peningkatan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) setiap provinsi juga memiliki pengaruh positif dengan peningkatan PDRB per kapita. Berdasarkan data KLHK, setiap kenaikan 1 poin IKLH dapat mengungkit 2,67 unit PD per kapita. Kondisi ini berpengaruh juga terhadap capaian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara nasional. Terdapat penurunan emisi GRK dari sektor limbah dan kehutanan setara 25,5% atau melebihi target rencana kerja sebesar 17,3%.

Guna mendukung perencanaan pembangunan yang mendorong perbaikan pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial, Pemerintah telah memiliki instrumen penganggaran melalui APBN di setiap kementerian, Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi, Dana Alokasi Khusus Fisik dan Non Fisik. Instrumen ini diarahkan untuk mendorong penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan di tingkat tapak. Namun demikian, masih terdapat kesenjangan (gap) antara kebutuhan pembiayaan dengan dana yang tersedia. Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa kebutuhan pembiayaan perubahan iklim nasional mencapai Rp3.461 Triliun atau setara dengan dua kali lipat APBN 2022. Sementara APBN hanya mampu berkontribusi 34% dari total kebutuhan itu, dengan rata rata lima tahun terakhir mengalokasikan sebesar Rp. 89,6 Triliun per tahun. (Kemenkeu RI).

Scroll to Top
Skip to content