SIARAN PERS FOINI | Buka Informasi Pelaksanaan Quick Count Pilpres

FOINI (Freedom Of Information Network Indonesia)

YAPPIKA, PATTIRO, ICW, IPC, TII, Seknas FITRA, ICEL, IBC, MediaLink, Perludem, IBC, PSHK, SBMI, Koak Lampung, PATTIRO Serang, PATTIRO Banten, Perkumpulan INISIATIF, PATTIRO Semarang, KRPK Blitar, Sloka Institute, SOMASI NTB, Laskar Batang, PIAR NTT, KOPEL Makassar, SKPKC Papua, Mata Aceh, GerAk Aceh, JARI KalTeng, KH2Institute, PUSAKO Unand, FITRA Riau, LPI PBJ, Institute Tifa Damai Maluku, Perkumpulan IDEA Yogyakarta

Jakarta, 11 Juli 2014

Indonesia telah melalui tahap penting dalam perkembangan demokrasi.  Jutaan warga telah menggunakan hak pilihnya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden baru. Antusiasme warga begitu tinggi dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) kali ini bahkan lebih tinggi dari pemilu legislatif bulan April yang lalu. Ini menunjukkan bahwa Indonesia semakin maju dalam berdemokrasi.

Sayangnya, kegembiraan warga dalam pesta demokrasi ini terganggu oleh adanya polemik hasil perhitungan cepat (Quick Count) oleh berbagai lembaga survei. Di mana delapan (8) lembaga survei memenangkan pasangan nomor urut 2 (dua): Jokowi-Jusuf Kalla. Delapan (8) lembaga survey tersebut adalah: Litbang Kompas, RRI, SMRC, CSIS-Cyrus, LSI, IPI, Poltracking Institute, Populi Center. Sementara empat (4) lembaga survei lain memenangkan pasangan nomor urut 1 (satu): Prabowo-Hatta. Empat lembaga survey tersebut adalah: Puskaptis, JSI, LSN, IRC. Perbedaan hasil perhitungan cepat ini membawa dampak serius. Kedua pasangan calon saling mendeklarasikan kemenangan dan masyarakat menjadi bingung karena situasi ini.

Polemik hasil perhitungan cepat ini jika tidak segera disikapi akan memicu konflik horizontal. Masing-masing pasangan calon bukan tidak mungkin dapat memobilisasi pendukung untuk mempertahankan klaim kemenangan.
Berdasarkan pasal 1 ayat (3) UU 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP), FOINI memandang bahwa Lembaga Survey  termasuk badan publik yang harus mematuhi ketentuan yang diatur dalam UU KIP. salah satunya memberikan informasi yang akurat, benar, dan TIDAK MENYESATKAN.

Atas dasar itu, kami Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Keterbukaan Informasi Publik atau FOINI (Freedom Of Information Network Indonesia) menyatakan sikap:

PERTAMA: Menuntut akuntabilitas penyelenggaraan hitung cepat pilpres yang dilaksanakan oleh seluruh lembaga survey untuk :

  • Membuka informasi pendekatan metodologi hitung cepat yang digunakan
  • Membuka informasi jumlah dan lokasi sampel yang dijadikan basis data hitung cepat pilpres kepada semua (12) lembaga survey.
  • Membuka informasi sumber dana penyelenggaraan hitung cepat pilpres kepada sembilan (9) lembaga survey, yakni: Litbang Kompas, RRI, CSIS-Cyrus, LSI, IPI, Poltracking Institute, Puskaptis, JSI, LSN, IRC.

KEDUA: Menuntut Komisi Informasi pusat untuk mengambil sikap agar tidak terjadi simpang siur informasi publik berupa hasil survey yang berpotensi menyesatkan.

  1. Menuntut Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik) yang menaungi LSI, Indikator Politik Indonesia, SMRC, Cyrus, Populi Center, Jaringan Survei Indonesia dan Puskaptis segera (dalam jangka waktu dua minggu) melaksanakan audit terhadap lembaga survey yang menjadi anggotanya. Dan harus dipublikasi kepada masyarakat. Dan KPU harus mewajibkan 6 Lembaga Survey lain yang tidak dalam naungan Persepi untuk melakukan audit oleh auditor publik yang independen serta mengumumkan hasilnya, jika tidak dilakukan KPU harus mencabut sertifikatnya.
  2. Terhadap hasil audit majelis etik, jika terbukti informasinya adalah menyesatkan, maka sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 55, lembaga survei dan stasiun televisi yang bersangkutan dapat dipidana.
  3. Mendesak kepada aparat penegak hukum untuk menindak tegas lembaga survei dan stasiun televisi yang terbukti menyebarkan informasi yang tidak akurat dan menyesatkan sesuai UU KIP dan peraturan perundangan lainnya.
  4. Adanya keterlibatan sejumlah Kepala Daerah dalam tim sukses masing-masing calon berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam proses perhitungan suara. Oleh sebab itu Presiden sebagai kepala negara perlu memastikan netralitas Kepala Daerah.
  5. Meminta kepada KPU untuk menyiarkan atau mengumumkan hasil pemungutan suara di media massa (cetak dan elektronik) secara serempak di seluruh wilayah NKRI setelah pengumuman resmi penghitungan hasil rekapitulasi Pilpres tanggal 22 Juli 2014.

Berita

Berita Lainnya

Newsletter

Scroll to Top
Skip to content