Sinkronisasi Perencanaan Desa dengan Perencanaan Kabupaten/Kota

Oleh: I Wayan Nike Suputra*

desa

Desa merupakan bagian dari sistem (struktur ruang[1]) wilayah. Dalam buku Urban & Regional Planning, A System Approach (McLoughlin, 1969)[2], pengertian sistem dijelaskan sebagai berikut:

A system is a set of interconnected part, but each part may be seen as a system itself, and the whole system may be regarded as but one part of a larger system. (sistem adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan, tapi masing-masing bagian akan terlihat sebagai sistem itu sendiri dan seluruh sistem dapat dianggap tapi salah satu bagian).

Pengertian sistem ini dapat lebih mudah dipahami dengan model sistem wilayah kabupaten yang memiliki bagian wilayah kecamatan sebagai sistem kecilnya, dan kecamatan memiliki desa sebagai sistem kecilnya. Setiap bagian dari sistem kabupaten memiliki peran masing-masing dalam mengoptimalkan kinerja sistem kabupaten.

Desa memiliki peran untuk membuat kinerja sistem wilayah optimal sesuai fungsi wilayah kabupaten. Kita ambil contoh Kabupaten Bantul di Provinsi D.I. Yogyakarta yang terkenal dengan pariwisatanya. Kabupaten Bantul memiliki setidaknya memiliki 38 obyek wisata, diantaranya adalah kawasan pantai selatan, kawasan industri wisata dan Kajigelem, kawasan agropolitan dan agrowisata, wisata makam raja-raja Mataram[3]. Setiap desa yang menjadi obyek wisata ini memiliki perannya masing-masing dalam mendukung kinerja Kabupaten Bantul sesuai dengan arah pembangunan yang tertulis dalam Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) Kabupaten Bantul.

Salah satu arah pengembangan Kabupaten Bantul dalam dokumen rencana penataan ruang adalah pengembangan pariwisata[4]. RT/RW Kabupaten Bantul memberikan arahan keruangan untuk pemanfaatan pariwisata, yang maksudnya adalah dimana saja kawasan pariwisata ini berada dan dimana kawasan yang memiliki potensi dapat dikembangkan menjadi kawasan pariwisata baru. Sedangkan RPJMD Kabupaten Bantul memuat strategi-strategi pembangunan untuk mengembangkan pariwisata, seperti meningkatkan jumlah investasi pariwisata dan meningkatkan jumlah obyek wisata.

Desa-desa wisata dapat membuat rencana pembangunan desa yang sesuai dengan dokumen rencana penataan ruang kabupaten dengan memperhatikan muatan-muatan yang berkaitan dengan lokasi dan fokus pengembangan dalam dokumen rencana penataan ruang kabupaten. Penyesuaian ini dilakukan dengan mengacu pada dua aspek yang terdapat dalam RT/RW kabupaten, yaitu: tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang; serta arahan pemanfaatan ruang yang merupakan turunan dari rencana struktur dan pola ruang. Visi-misi yang akan dimuat dalam RPJM Desa harus berpedoman pada tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang dalam RT/RW agar sejalan dan tidak menimbulkan konflik. Kemudian, rencana pembangunan yang akan dilakukan berpedoman pada arahan pemanfaatan ruang dalam RT/RW agar tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang.

Sinkronisasi perencanaan desa dengan kabupaten tidak sulit dilakukan jika dalam penyusunan dokumen RPJM Desa, tim penyusun memiliki akses informasi dokumen rencana penataan ruang kabupaten (RT/RW dan RPJMD). Perumusan rencana pembangunan desa dapat dimulai dengan menganalisis kondisi yang ada (dapat berupa potensi, masalah) dan tren perkembangannya. Kemudian menganalisis kebutuhan fasilitas desa dan isu strategis desa yang dapat diangkat untuk program pembangunan desa. Pada tahap ini, penyusunan rencana program pembangunan desa perlu mengacu pada dokumen penataan ruang kabupaten agar sejalan (sinkron) dengan arah kebijakan rencana kabupaten. Peran aktif masyarakat dalam memberikan masukan mengenai isu lokal desa (kebutuhan fasilitas, menangani masalah anggaran krusial dan potensi desa yang dapat dikembangkan), menjadi input penting dalam perumusan rencana program pembangunan desa ini.


[1] Struktur ruang merupakan manifestasi fisik dari sistem. Dalam UU No. 26/2007 dijelaskan bahwa struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan sarana dan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
[2] Mengutip dari paparan Retno Widodo, dosen Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Gadjah Mada, dalam kuliah Metode dan Teknik Analisis serta Rencana Wilayah, 2015.
[3] Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bantul 2011-2015.
[4] Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bantul 2011-2015.

 
*Penulis adalah Mahasiswa semester VI jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada yang telah menyelesaikan kerja praktik di PATTIRO.

Scroll to Top
Skip to content