Refleksi Pemilu 2019:
“Pelanggaran Netralitas ASN Masih Marak, Penegakan Sanksi Lemah”
Jakarta, 6 Agustus 2019
UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) menyatakan bahwa fungsi ASN adalah ujung tombok pelayanan publik dan sebagai perekat serta pemersatu bangsa. Oleh karena itu, ASN dituntut untuk bersikap netral dalam menjalankan pekerjaan maupun dalam kehidupannya sehari-hari. Netralitas merupakan bagian dari disiplin, kode etik dan kode perilaku bagi ASN yang harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap netralitas berarti pelanggaran terhadap disiplin, kode etik dan kode perilaku tersebut.
Sikap netral juga harus dipertahankan oleh ASN dalam ranah politik. Hal ini secara tegas diatur dalam UU ASN, UU No. 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Namun sayangnya, masih banyak ASN yang melakukan pelanggaran netralitas dalam masa Pemilu 2019 lalu. Hasil pemantauan PATTIRO, KPPOD, Perkumpulan Inisiatif Bandung, PATTIRO Semarang, PATTIRO Malang, serta jaringan LSM di empat kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya menemukan sedikitnya 89 kasus pelanggaran. Dari 89 kasus yang ditemukan selama periode pemantauan dari Maret hingga Mei tersebut, 66 di antaranya banyak ditemui di media sosial. Jenis-jenis pelanggaran di media sosial yang biasanya dilakukan adalah mengunggah gambar atau foto peserta Pemilu dan menanggapinya dalam bentuk komentar dan tanda like.
Selain melalui media sosial, jenis-jenis pelanggaran netralitas yang ditemui secara langsung antara lain adalah menghadiri deklarasi dukungan terhadap peserta Pemilu (8 kasus), terlibat dalam kampanye dan mengadakan kegiatan yang menunjukkan keberpihakan (8 kasus), mobilisasi orang lain untuk mendukung peserta Pemilu (4 kasus), menjadi narasumber pada acara yang diselenggarakan oleh peserta Pemilu (2 kasus), dan memasang alat peraga kampanye (1 kasus). Temuan ini menunjukkan bahwa netralitas ASN masih menjadi tantangan tersendiri.
Menyikapi hal ini, PATTIRO mendorong Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai lembaga yang diberikan mandat mengawasi netralitas ASN untuk lebih proaktif menjaring laporan dari masyarakat dan menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan dan pembuktian. Lebih penting dari hal itu, KASN diharapkan menyusun laporan dengan pembuktian yang kuat, sehingga rekomendasi yang diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sebagai atasan ASN dapat ditindalanjuti dengan penegakan sanksi. Sebagaimana diatur dalam UU ASN, KASN menyampaikan laporan pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN kepada PPK sekaligus merkomendasikan kepada PPK untuk menetapkan sanksi bagi ASN yang bersangkutan. Jika PPK tidak menjalankan rekomendasinya, KASN dapat melaporkan ke Presiden dan merekomendasikan penerapan sanksi kepada PPK tersebut.
Penguatan rekomendasi KASN penting, mengingat dari pengalaman yang telah lalu banyak PPK yang mengabaikan rekomendasi KASN. Hal ini diakui sendiri oleh KASN dalam laporannya yang berjudul “Urgensi Penegakan Netralitas Aparatur Sipil Negara” edisi Desember 2018, yang menyatakan bahwa rekomendasi KASN terkait dengan pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada banyak yang diabaikan oleh PPK. Selain itu penguatan rekomendasi, PATTIRO juga mendorong agar KASN melakukan pendekatan kolaboratif dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengoptimalkan dukungan agar rekomendasi yang dikeluarkan dapat dipatuhi oleh PPK. Hal ini penting dilakukan karena selain KASN, KemenPAN RB dan BKN merupakan kementerian/lembaga yang bertanggungjawab melakukan pembinaan ASN. Sedangkan Kemendagri bertanggungjawab melakukan pembinaan Kepala Daerah, sehingga memiliki posisi yang cukup strategis untuk mendorong PPK dari unsur Kepala Daerah untuk mematuhi rekomendasi ASN.
Sebagai bentuk dukungan terhadap tugas KASN, sebanyak 89 kasus pelanggaran netralitas ASN dari hasil pemantauan PATTIRO dan jaringannya telah dilaporkan kepada KASN melalui aplikasi pengaduan KASN yaitu lapor.kasn.go.id. Proses pemantauan tersebut melibatkan kurang lebih 80 orang dari jaringan LSM yang tersebar di empat kota. Namun demikian belum semua yang terlibat dalam pemantauan memiliki kemauan dan keberanian untuk melaporkan ke Komisi ASN. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: ASN yang melanggar adalah teman, kerabat, atau orang dekat sehingga enggan untuk melaporkan; belum adanya mekanisme perlindungan bagi pelapor; serta rasa apatisme laporannya tidak akan ditindaklanjuti oleh KASN.***