Sorry, this entry is only available in ID.
Kliksatu.com memberitakan dalam headline newsnya. DIREKTUR Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Sad Dian Utomo menyatakan, bahwa, di satu sisi pihaknya menyetujui adanya diskresi bagi kepala daerah dalam mengambil kebijakan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan kepadanya. “Namun, persoalan diskresi –baik didalam Naskah Akademik, RUU, dan DIM RUU Pemda tersebut- ternyata tidak diatur. Apa yang disampaikan oleh Reydonnyzar tidak pernah ada dalam RUU Pemda,” ungkapnya.
Keberadaan aturan main tentang Diskresi Kepala Daerah jangan jadi peluang para pejabat jadi kebal hukum. Agar jelas dan tegas, serta tidak membuat peluang multi-tafsir, RUU Pemda harus mengatur jelas soal diskresi ini.
Sikap Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) ini untuk menanggapi pemberitaan di Harian Rakyat Merdeka (13/5), di mana Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek menyampaikan hak diskresi perlu diatur dalam RUU Pemda. Tujuannya demi melindungi kepala daerah yang kreatif menerobos aturan perundangan, namun tak sampai bikin negara rugi.
Ada 3 syarat yang harus dipenuhi penggunaan hak tersebut. Pertama, demi kepentingan umum. Kedua, masih dalam batas wilayah kewenangannya. Dan ketiga, tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. “Hak diskresi itu bukan untuk membuat kepala daerah kebal hukum,” ujarnya.
DIREKTUR Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Sad Dian Utomo menyatakan, bahwa, di satu sisi pihaknya menyetujui adanya diskresi bagi kepala daerah dalam mengambil kebijakan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan kepadanya. “Namun, persoalan diskresi –baik didalam Naskah Akademik, RUU, dan DIM RUU Pemda tersebut- ternyata tidak diatur. Apa yang disampaikan oleh Reydonnyzar tidak pernah ada dalam RUU Pemda,” ungkapnya.
Menurut Sad Dian sendiri, pengaturan diskresi kepala daerah agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan, pada saat kepala daerah menemukan adanya regulasi, norma, standar, prosedur, dan kriteria yang tidak jelas, kabur, multi-tafsir, atau bahkan tidak ada ketentuannya.
Untuk itu, kata dia, pengaturan tentang diskresi kepala daerah ini mesti melibatkan beberapa ketentuan, diantaranya adalah Pengertian, definisi, atas diskresi kepala daerah menegaskan adanya ruang lingkup atau batas-batas wilayah dimana kebijakan kepala daerah yang bersifat diskresi dapat dirumuskan, ditetapkan, dan dijalankan. “Dengan demikian, tidak membuka adanya upaya diskresi diluar ruang lingkup yang ditentukan,” ujarnya.
Selain itu, tambah dia, tujuan-tujuan dari pengambilan kebijakan diskresi menjadi turunan dari pengertian atau ruang lingkup yang bersifat orientasi dari kebijakan diskresi tersebut. Dengan kejelasan orientasi membuat alur, arah, jalan dari kebijakan diskresi kepala daerah dapat diketahui, diprediksi hasilnya, dan dipahami oleh setiap stakeholder kebijakan tersebut.
Lebih jauh , sambung dia, syarat-syarat yang tegas dan jelas bagi perumusan dan penetapan kebijakan diskresi dari kepala daerah sangatlah penting, dan mutlak dibutuhkan. Pasalnya, kata dia, syarat-syarat ini menegaskan koridor yang telah dibangun pada definisi dan tujuan menjadi lebih operasional dan teknis. “Sehingga peluang dan potensi untuk menyalahgunakan kewenangan diskresi dan juga tindak pidana korupsi dengan berlindung dibalik diskresi dapat direduksi dan dihindari,” jelasnya.
Sebagai informasi, adapun beberapa prinsip utama ketentuan diskresi adalah, masih dalam batasan ruang lingkup kewenangannya, tidak menimbulkan konflik kepentingan, tidak menjadi bagian dari memperdagangkan pengaruh, dan tidak tergolong dari upaya tindak pidana pencucian uang.
Oleh karena itu, tambah dia lagi, PATTIRO mengusulkan agar RUU Pemda memasukkan aturan tentang diskresi bagi kepala daerah, dan aturan tentang diskresi tersebut wajib untuk mengatur mengenai ketentuan-ketentuan mengenai pengertian, tujuan, prinsip, dan syarat-syarat dari penentuan diskresi.